Minggu, 17 Oktober 2010

hadis nikah sighar

Hadis Nikah Syighar, Nikah Mut’ah, dan Nikah Tahlil


Macam-macam nikah yang dengan tegas dilarang oleh syara’ ada empat, yaitu :nikah pertukaran (asy-syighar), nikah mut’ah, dan nikah muhallil.
A. Nikah Sighar
وعن نافع عن ابن عمر رضي الله عنهما قال نهي رسول الله ص م عن الشغار, والشغار ان يزوج الرجل ابنته, علي ان يزوجه الاخر ابنته ليس بينهما صداق (متفق عليه)
Nafi meriwayatkan dari Ibnu Umar Ra: bahwa Rasulullah Saw melarang nikah syighar, yakni seorang (ayah) menikahkan putrinya dengan orang lain, lalu orang lain tersebut menikahkan putrinya dengan (ayah dari calon isterinya tersebut), sementara di antara keduanya tidak ada mahar (H.R. Muttafaqu alaih)

Mufradat
• Asy-Syighar. Secara bahas berarti ar-raf’u (mengangkat), seperti syaghara al kalbu rijlahu li yabuula (seekor anjing mengangkat kakinya untuk kencing). Adapun syighar menurut syara’seseorang yang menikahkan putrinya dengan orang lain, lalu orang lain tersebut menikahkan putrinya dengan tuan dari calon isteri putrinya itu, sementara di antara keduanya tidak ada mahar, atau ada mahar tapi semata-mata untuk tipu daya.

Nikah Syighar ialah seorang laki-laki mengawinkan puterinya, atau saudara perempuannya, atau selain keduanya yang termasuk di dalam kawasan perwaliannya dengan orang lain dengan syarat orang lain termasuk atau puterinya, atau putera saudaranya menikahkan dia (laki-laki pertama) dengan puterinya, atau saudara perempuannya, atau puteri saudara perempuannya, atau dengan yang semisal dengan mereka.
Fuqaha sependapat bahwa nikah sighar ialah apabila seorang lelaki mengawinkan orang perempuan yang di bawah kekuasaannya dengan orang lelaki lain bersyaratkan bahwa lelaki lain ini juga mengawinkan orang perempuan yang dibawah kekuasaannya dengan lelaki pertama tanpa ada maskawin pada kedua perkawinan tersebut .
Akad nikah semacam ini, fasid (batal) baik disebutkan maharnya atau pun tidak. Sebab Rasulullah saw sudah mencegah kita darinya dan sudah (mengingatkan) mewanti-wanti agar kita waspada terhadapnya. Allah SWT berfirman, ”Dan, apa saja yang Rasulullah saw bawa kepada kalian, maka ambillah dan apa saja yang Beliau cegah kalian darinya, maka jauhilah.” (Al-Hasr:7).
Dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan dari Ibnu Umar r.a. bahwa Nabi saw. pernah melarang kawin Syghar.” (Muttafaqun ’alaih: Mukhtashar Muslim no:8089 fathul Bari IX:162 no:5112, Muslim II : 1034 no:1415,dan Nasa’i VI:112).
Dalam kitab Shahih Muslim disebutkan:
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. pernah mencegah (kita) dan kawin syighar. Nikah syghar itu adalah seorang laki-laki mengatakan kepada laki- laki lain, “Nikahkan aku dengan puterimu, maka aku akan menikahkanmu dengan puteriku.” Atau “Nikahkan Aku dengan saudara perempuanmu, maka aku mengawinkan dengan saudara perempuanku.” (Shahih: Mukhtasar Muslim no:808 dan Muslim II:1035 no:1416).
Dengan demikian, hadits-hadits yang shahih ini dengan tegas menunjukkan tahrim (pengharaman) dan rusaknya nikah syghar dan ia menyelisihi syari’at Allah Ta’ala dan Nabi saw. tidak pernah membedakan antara nikah syighar yang maharnya disebutkan dengan yang tidak disebutkan maharnya sedikitpun.
Adapun apa yang terdapat dalam hadits riwayat Ibnu Umar (Mukhtashar Muslim no:808, Fathul Bari IX:162 no:5112, Muslim II:1034 no:1415 dan Nasa’i VI: 112) tentang penafsiran nikah syighar, yaitu seorang laki-laki menikahkan puterinya dengan dia dan kedua perkawinannya ini tidak memakai mahar. Penafsiran ini telah dijelaskan oleh ahli Ilmu bahwa perkataan tersebut berasal dari perkataan Nafi’ yang meriwayatkan dari Ibnu Umar. Bukan berasal dari sabda Nabi saw. Nabi saw. sendiri telah menjelaskan pengertian nikah syighar dalam hadits Abu Hurairah sebagaimana yang telah disebutkan diatas yakni seorang laki-laki menikahkan puterinya, atau saudaranya dengan orang lain dengan catatan orang tersebut mengawinkan dia dengan puterinya, atau saudara perempuannya dan beliau tidak mengatakan, dalam perkawinan ini tidak ada mahar. Maka yang demikian itu menunjukkan bahwa ditentukan hukum nikah syighar itu. Sesungguhnya yang mengakibatkan fasad rusaknya perkawinan syighar ini adanya syarat mubadalah (tukar menukar), dan dalam praktik nikah (yang bathil ini) terdapat kerusakan yang besar karena perkawinan semacam ini mengakibatkan pemaksaan terhadap para wanita menikah dengan laki-laki yang tidak dicintainya, untuk mengutamakan kepentingan para wali dan mengabaikan kemashlahatan kaum perempuan. Yang demikian itu adalah perbuatan mungkar dan tindak kedhaliman terhadap para wanita dan hal itu juga mengakibatkan terhalangnya kaum wanita untuk mendapatkan terjadi di tengah-tengah masyarakat yang mempraktikkan akad yang mungkar lagi keji ini. Sebagaimana hal itu pula sering kali mengakibatkan perselisihan dan permusuhan setelah perkawinan. Dan ini adalah bagian dari sanksi yang diberikan Allah dengan cepat bagi orang-orang yang menyelisihi syari’at .
Nikah sighar termasuk bentuk nikah yang disertai dengan syarat yang tidak sah. Yang dimaksud dengan nikah syighar yaitu seorang wali mengawinkan putrinya dengan seorang laki-laki dengan syarat agar laki-laki tersebut mengawinkan putrinya kepadanya dengan tanpa bayar mahar . Dari hadis ini terdapat suatu larangan nikah syighar, suatu larangan menuntut kerusakan, sehingga yang seperti ini tidak dibenarkan.
Rasulullah Saw dalam hadis riwayat Muslim dari Ibnu Umar dan Ibnu Majah dan Anas Ibnu Malik mielarang nikah sighar ini. Sabda Rasul Saw :
عن ابن عمر , ان النبي ص م قال : لا شغار في الاسلام (رواه مسلم)
“Dari Ibnu Umar, bahwasanya Nabi Saw bersabda :Tidak ada syighar dalam Islam”
Berdasarkan dua hadis ini jumhur ulama berpendapat bahwa kawin sighar itu pada pokoknya tidak diakui, karena itu hukumnya batal. Dalam pada itu imam Abu Hanifah berpendapat bahwa nikah syighar itu hukumnya sah, hanya saja tiap-tiap anak wanita yang bersangkutan masih berhak mendapatkan mahar sepadan dari masing-masing suaminya, karena kedua laki-laki yang menjadikan pertukaran anak perempuannya sebagai mahar tidak tepat sebab wanita itu bukan sebagai barang yang dapat dipertukarkan sesama mereka. Dalam nikah yang seperti ini yang batal adalah maharnya, bukan akad nikahnya.
Fuqaha telah sependapat pula bahwa pernikahan tersebut tidak diperbolehkan, karena larangan yang berkenaan dengan pernikahan tersebut diriwayatkan dalam hadis shahih. Kemudian fuqaha berbeda pendapat apabila terjadi perkawinan seperti itu, apakah pernikahan tersebut dapat disahkan dengan memberikan mahar mitsil atau tidak?
Malik berpendapat bahwa perkawinan tersebut tidak dapat disahkan selamanya, dan harus dibatalkan, baik sesudah atau sebelum terjadi pergaulan. Ini juga dikemukakan oleh Syafi’i. Abu hanifah berpendapat bahwa nikah syighar itu sah dengan memberikan maskawin mitsil. Pendapat ini juga dikemukakan oleh al-Laits, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, dan ath-Thabari.
Bentuk nikah sighar itu ada dua macam : pertama, adalah yang disebut di dalam hadis-hadis di atas, yaitu di antara keduanya tidak ada mahar. Kedua, masing-masing mensyaratkan untuk menikahkan dengan wanita yang dibawah perwaliannya. Di antara ulama ada yang hanya, menganggap jenis pertama saja sebagai nikah syighar, itulah yang dilarang, namun jenis kedua tidak. Ibnu Abdil Barr mengatakan, ulama telah sepakat, bahwa nikah sighar tidak diperbolehkan, namun mereka berbeda pendapat mengenai sah atau tidaknya pernikahan tersebut. Jumhur berpendapat bahwa pernikahan tersebut batal, sementara pendapat yang diriwayatkan dari Malik menyebutkan bahwa mereka harus dipisahkan sebelum bercampur, bukan setelahnya. Sedangkan golongan Hanafi berpendapat sah dan wajib diberikan mahar.

B. Nikah Mut’ah
عن علي ر ضي الله عنهم قال : نهي رسول الله ص م عن المتعة عام خيبرز(متفق عليه)
“Diriwayatkan dari Ali ra, ia berkata, Rasulullah Saw telah melarang mut’ah pada tahun Khaibar”
Lafazh mut’ah diambil dari at-tamattu’ bi asy-sya’i. Dinamakan demikian karena tujuannya adalah seorang laki-laki bermut’ah (bersenang-senang) dengan seorang wanita dengan jangka yang telah disepakati dalam akad. Defenisi akad mut’ah adalah laki-laki menikahi wanita sampai masa tertentu atau tidak diketahui masanya
Nikah mut’ah ini juga disebut dengan nikah sementara atau nikah terputus oleh karena laki-laki yang menikahi wanita itu untuk sehari atau seminggu atau sebulan saja. Nikah mut’ah ini dinamakan demikian karena artinya bersenang-senang sementara waktu saja. Menurut Mahmud Syaltut nikah semacam ini tujuannya hanyalah memenuhi kebutuhan, berakhir tidak melalui perceraian, tetapi dengan berlalunya satuan waktu yang disepakati, atau dengan perpisahan apabila tidak ditentukan batasan waktunya .
Para ulama mazhab sepakat mengatakan bahwa hukum nikah mut’ah ini adalah haram, dan oleh karena itu nikahnya batal. Alasan mereka bahwa hukumnya batal adalah sebagai berikut :
• Nikah seperti ini tidak sesuai dengan nikah yang dimaksud oleh Al-Qur’an, juga tidak sesuai dengan adanya masalah talak, iddah dan masalah warisan. Jika nikah seperti ini batal sebagaimana bentuk pernikahan lain juga dibatalkan oleh Islam. Banyak hadis yang dengan tegas menyebutkan hukumnya haram, umpamanya hadis yang diriwayatkan dari Saburah Al-Jahmi mengatakan bahwa ia pernah menyertai Rasulullah dalam perang menaklukkan Mekkah, dimana Rasulullah mengizinkan mereka kawin mut’ah. Kata Saburah ia tidak meninggalkan kawin mut’ah ini sampai diharamkan Rasulullah. Dalam suatu lafaz yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Rasulullah telah mengharamkan kawin mut’ah dengan sabda beliau :
ياايها الناس اني كنت اذ نت لكم في الاستمتاع الا و ان الله قد حرمها الي يوم القيامة
“Wahai manusia, saya telah pernah mengizinkan kamu kawin mut’ah, tetapi sekarang ketahuilah bahwa Allah telah mengharamkan sampai hari kiamat”.

• Ibnu Al-Munzir mengatakan, orang-orang dulu pernah memberikan rukhsah untuk mut’ah. Namun kini tidak seorang pun yang membolehkannya selain golongan Rafidhah. Tidak ada artinya perkataan yang bertolak belakang dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya,”Alkhitabi , pengharaman mut’ah telah disepakati oleh semua ulama kecuali sebagaian kalangan Syi’ah. Dan tidaklah benar pendirian mereka itu dirujukan kepada Ali, karena telah diriwayatkan secara shahih dari Ali, bahwa Mut’ah telah dihapus.
Mut’ah pernah diperbolehkan pada masa tertentu karena unsur darurat, kemudian diharamkan untuk selamanya. Dispensasi yang sementara ini menurut sebagian orang dianggap sebagai syubhat, mereka memberikan keringanan mengenai mut’ah pada saat darurat kemudian menarik kembali keringanan tersebut. Di antara yang mengatakan demikian adalah Ibnu Abbas, ia menarik dipensasi mut’ah dan mengatakannya haram. Ijma’ ulama juga mengatakan hal yang sama, mengharamkan mut’ah selama-lamanya dan bersifat mutlak.
C. Nikah Tahlil
عن ابن مسعود رضي الله عنه قال لعن رسول الله ص م المحلل و المحلل له (رواه اجمد, و النسائي)
“Dari Ibnu Mas’ud, ia berkata, Rasulullah Saw melaknat muhallil (orang yang menikahi wanita yang ditalak tiga untuk menghalalkan suaminya yang pertama) dan muhallil lahu (bekas suami yang menyuruh orang lain menjadi muhallil.( H.R. Ahmad, An-Nasa’i)
Al-Muhallil : dinamakan atau disebut muhallil karena tujuannya adalah kehalalan pada suatu tempat atau objek yang awalnya tidak halal.
Al Muhallal Lahu : yakni bekas suami yang menyuruh orang lain menjadi muhallil demi kemaslahatannya.
Yang dimaksud dengan nikah tahlil adalah nikah yang dimaksudkan untuk menghalalkan bekas isteri yang telah ditalak tiga kali, isteri yang ditalaq tiga tidak boleh dinikahi lagi sebelum ada orang lain menikah dengannya dan dijimai .
Didalam ketentuan hukum islam, bila seorang suami telah menthalak istrinya tiga kali, maka tidak halal bagi suami tadi untuk merujuk atau kawin kepada istri yang telah di thalaknya. Sisuami dapat nikah kepada istrinya ini manakala, siistri tersebut telah kawin dengan laki-laki lain dan telah bergaul sebagai suami istri. Perkawinan yang kedua ini dilaksanakan secara wajar dan tidak ada niat untuk manghalalkan bagi suami yang pertama. Jelasnya adalah pernikahan ini dilakukan secara wajar dengan iktikad baik untuk membentuk rumah tangga yang bahagia sebagaiman di syari’atkan dalam agama islam.
Ada beberapa kelompok ulama yang menetapkan hukum nikah tahlil ini :
1. pendapat umar bin khatab, utsman bin afan, abdullah ibnu umar menyatakan bahwa nikah tahlil ini hukumnya adalah tidak sah dan termasuk perbuatan dosa besar dan munkar serta diharamkan oleh allah.
Berdasarkan pendapat ini, kepada berapa hadis sebagai berikut.
Sabda rosulallah SAW
لعن رسول الله ص م المحلل و المحلل له (رواه اجمد, و النسائي)

Artinya” allah melaknati muhallil yang kawin tahlil dan si muhallilnya bekas suami yang menyuruh orang menjadi muhallil” ( HR. Ahmad dan sanadnya hasan)
Sabda Rasul SAW
عن عبد الله بن مسعود قال لعن رسول الله ص م المحلل و المحلل له (رواه الترمذي)

Artinya” dari abdullah bin mas’ud berkta dia: rosulallah melaknat si muhallil dan si muhallalah” (HR. Tarmidzi)
Pendapat yang pertama ini sesuai dengan pendapat imam malik yang menyatakan nikah tahlil ini adalah batal.
2. Pendapat imam Syafi’i yang mengatakan nikah ini syah kalau tidak di syaratkan didalam akad nikahnya itu bahwa nikah tersebut adalah agar suaminya yang pertama dapat kembali kepada wanita itu. Untuk lebih jelasnya Abdurrahman Aljaziri menjelaskan ke empat pendapat imam mazhab sebagai berikut:
a. Mazhab syafi’iah mengatakan bahwa apabila seorang laki-laki kawin denga seorang wanita yang telah di thalak tiga oleh suaminya yang pertama dengan niat agar wanita itu halal kembali bagi suaminya yang pertama, maka nikahnya sah dengan syarat akad nikahnya dilakukan sebagaimana akad nikah biasa yang sah, tidak menyebutkan dalam akad nikah, nikah tahlil. Telah melaksanakan persetubuhan secara wajar.
b. Mazhab hanafiyah mengatakan bahwa apabila seorang laki-laki kawin denga seorang wanita yang telah di thalak tiga oleh suaminya yang pertama dengan niat agar wanita itu halal kembali bagi suaminya yang pertama, maka nikahnya sah dengan syarat akad nikahnya dilakukan sebagaimana akad nukah biasa yang sah, dia telah dhukhul dengan istrinya sebagaimana mestinya atau dhukhul yang sempurna, telah dicerai dan telah habis pula masa iddahnya.
c. Mazhab Malikiyah mengatakan bahwa apabila seorang laki-laki kawin denga seorang wanita yang telah di thalak tiga oleh suaminya yang pertama dengan niat agar wanita itu halal kembali bagi suaminya yang pertama, maka akad nikahnya fasik dan tidak boleh dhukhul, tetapi nikah itu sendiri jadi batal seluruhnya.
d. Mazhab Hanabilah mengatakan apabila seorang laki-laki kawin dengan seorang wanita yang sudah di thalak tiga oleh suaminya yang pertama, dengan maksud agar dia dapat kembali kepada istri yang pertama atau ditegaskannya betul syatar itu dalam akad nikah dan telah disepakati maka batallah akad nikah tersebut.


























KESIMPULAN

Macam-macam nikah yang dengan tegas dilarang oleh syara’ ada empat, yaitu :nikah pertukaran (asy-syighar), nikah mut’ah, dan nikah muhallil.
Fuqaha sependapat bahwa nikah sighar ialah apabila seorang lelaki mengawinkan orang perempuan yang di bawah kekuasaannya dengan orang lelaki lain bersyaratkan bahwa lelaki lain ini juga mengawinkan orang perempuan yang dibawah kekuasaannya dengan lelaki pertama tanpa ada maskawin pada kedua perkawinan tersebut.
Nikah mut’ah ini juga disebut dengan nikah sementara atau nikah terputus oleh karena laki-laki yang menikahi wanita itu untuk sehari atau seminggu atau sebulan saja. Nikah mut’ah ini dinamakan demikian karena artinya bersenang-senang sementara waktu saja.
Yang dimaksud dengan nikah tahlil adalah nikah yang dimaksudkan untuk menghalalkan bekas isteri yang telah ditalak tiga kali, isteri yang ditalaq tiga tidak boleh dinikahi lagi sebelum ada orang lain menikah dengannya dan dijimai














DAFTAR PUSTAKA


Abul Yasin, Fatihuddin Abul Yasin. 2006. Risalah Hukum NIkah. Surabaya : Terbit Terang
Al-Baysam, Abdullah bin Abdurrahman.2006. Syarah Bulughul Maram.Jakarta : Pustaka Azam
Asy-Syaukani, Al-Imam. 2006. Nailul Authar. Jakarta : Pustaka Azzam
Ibnu Rusyd. 2007. Bidayatul Mujtahid.. Jakarta : Pustaka Amani
Nur, Djaman. 1993. Fiqh Munakahat. Semarang : CV Toha Putra
Rafiq, Ahmad. 2003. Hukum Islam di Indonesia. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada

Minggu, 26 September 2010

Islam di Singapura

Islam di Singapura


A. Singapura di Awal Sejarah
Berdasarkan informasi sejarah, singapura telah didiami orang sejak zaman pra sejarah. Pada tahun 1100-an singpaura telah menjadi kota pelabuhan, dan pada tahun 1200-1300 pelabuhan singapura telah menjadi pusat perdagangan.
Asal usul nama Singapura semula bernama Temasi, Tumasek (Jawa), Ta-ma-sek (Cina), Sebagaimana dijelaskan kitab Tuhfat al-nafis dimana saat itu sultan di Singapura dipimpin oleh Sultan Husein Syah (1819). Ada versi lain, nama asal Singapura, ini muncul ketika pangeran dari Sumatra bernama sang Nila Utama singgah di Pulau ini tahun 1299 dan menemukan seekor binatang mirip singa, sehingga pulau ini disebut lion city (kota singa). Ada versi lain bahwa nama Singapura itu adalah dari kata Singgah (singgah) dan pura berarti (kota), karena pada abad ke 14 Singapura merupakan bagian dari kerajaan Majapahit, para pedagang dari penjuru manapun suka singgah disana.
Kata “Singapura” berasal dari bahasa Sansakerta dan tersusun dari dua kata, yaitu singa (nama binatang buas) dan pura (kota).Jadi Singapura berarti kota singa . Kesultanan Melayu Singapura pernah wujud sebelum kesultanan Malaka dan kesultanan johor. Raja-raja yang memerintah Singapura Tua (Tumasek) adalah :
1. Raja I Sri Tri Buana/ Sultan Iskandar Sah (1299-1347).
2. Raja II Seri Pikrama Wira (1347-1362)
3. Raja III Sri Rana Wikema (1362-1375)
4. Raja IV Seri Maharaja (1375- 1388).
Pada akhir abad ke 14 Tumasik Menjadi bagian wilayah kekuasaan Malaka. Sebab kesultanan Tumasik ini dikuasai oleh parameswara . Dan selanjutnya Tumasik diserang pula oleh Majapahit . Akibatnya Parameswara tersingkir ke Malaka dan mendirikan kerajaan Islam Malaka, dan Tumasik menjadi bagian kekuasaan kesultanan Malaka. Kerajaan Malaka yang dipimpin Paramesawara ini banyak bergaul dan berhubungan dengan pedagang muslim, khusunya yang datang dari Bandar-bandar di Sumatera dan akhirnya paramesawara pun memeluk Islam dan bergelar sultan Iskandar Shah.
B. Islam pertama kali masuk ke Singapura
Islam masuk ke Singapura tidak dapat dipisahkan dari proses masuknya Islam ke Asia Tenggara secara umum, Karena secara geografis Singapura hanyalah salah satu pulau kecil yang terdapat di Tanah Semenanjung Melayu.
Dalam perjalanan sejarahnya, dahulu Singapura mempunyai peranan penting dalam penyebaran Islam di Asia Tenggara. Posisi strategis yang merupakan nilai lebih yang dimiliki Singapura menjadikannya sebagai transit perdagangan dari berbagai kawasan. Pada sisi lain, selain sebagai transit perdagangan letaknya yang strategis juga telah memungkinnya menjadi pusat informasi dan komunikasi dakwah Islam, baik pada masa kesultanan Malaka (sebelum kedatangan kolonial Eropa), maka kolonial, sampai pada awal abad ke-20. Peran penting tersebut segera berakhir tatkala Singapura memisahkan diri dari negara federasi Malaysia, umat Islam menjadi minoritas, selanjutnya komunitas muslim yang sebagian besar adalah bangsa melayu menempati posisi kelas dua di bawah etnis Cina.
Islam di Singapura disyi’arkan oleh para ulama dari berbagai belahan Asia tenggara dan benua kecil India, seperti Syaikh Haatib al-Minangkabaui, Syaikh Ahmad Aminudin, Syaikh Habib Ali Habsi.
Ada beberapa pendapat tentang masuknya Islam di Singapura yaitu :
1. Azmi, sejak abad pertama Hijrah, sebab pada pertengahan abad tersebut orang Arab Islam telah sampai ke gugusan kepulauan Melayu dan bersamaan dengan itu mereka melakukan dakwah Islam.
2. Fatimi, sekitar abad ke 8 (14 M) pendapat ini berpegang pada penemuan batu bersurat di Trengganu yang bertanggal 702 H (1302 M).
3. Majul abad ke 15 atau 16 M ini juga tidak dapat diterima sebab ada juga bukti bahwa Islam sudah masuk sejak abad ke 1 H (10 M), yaitu penemuan batu nisan di Tanjung Inggris Kedah tahun 1965.
C. Pendidikan Islam di awal perkembangannya
Sejak abad ke 15 pedagang muslim menjadi bagian penting dalam perniagaan di wilayah asia tenggara, termasuk Singapura, sebagian pedagang itu menetap tinggal juga menikah dengan orang setempat. Kemudian membentuk komunitas tersendiri. Sebagian pedagang itu menjadi guru agama dan imam.
Dalam komunitas muslim ini juga sudah terdapat sistem pendidikan agama yang bersifat tradisional. Pada umumnya mereka belajar agama di rumah-rumah yang kemudian di surau-surau dan masjid. Pada tahun 1800 kampung Giam dan kawasan Bocor menjadi pusat pendidikan tradisional.
Dalam hal ini guru-guru dan imam sangat berpengaruh, terutama dalam praktek agama dan realitas upacara-upacara sosial keagamaan, dengan demikian guru dan imam sangat penting peranannya dalam memupuk penghayatan keagamaan pada masyarakat muslim singapura. Mazhab yang banyak diikuti oleh muslim adalah mazhab Syafi’i dalam masalah fikih dan aliran Asy’ariyah dalam masalah teologi.
Sistem pendidikan Islam modern dari awal hingga sekarang merujuk pada sistem Mesir dan barat seperti madrasah, sekolah Arab, atau sekolah agama, tetapi tidak mengenal pondok pesantren. Ada 4 madrasah terbesar di Singapura yaitu :
a. Madrasah al-junied al-islamiyah, didirikan tahun 1927 M oleh pangeran Syarif al-sayid Umar bin Ali al-Juneid dari Palembang, materi terdiri dari ilmu hisab, Tarikh, ilmu alam, bahasa melayu, bahasa inggri, sains, sastra melayu dan pelajaran agama.
b. Madrasah Al-Ma’arif, didirikan tahun 1940-an gurunya dari lulusan al-Azhar Mesir.
c. Madrasah wak tanjung al-islamiyah, didirikan tahun 1955 M.
d. Madrasah Al-Sagoff atau as-saqaf, didirikan tahun 1912 di atas tanah wakaf Syed Muhammad bin Syed al-saqoff.
D. Singapura Periode Modern
Singapura merupakan negara pulau terkecil dengan luas 620 Km2, wilayahnya terletak di ujung selatan Semenanjung Malaka dan di apit Laut Cina selatan dan selat Malaka. Merdeka dari Malaysia pada tanggal 9 Agusutus 1965. Wilayah Singapura terdiri atas pulau utama yaitu singapura dan 54 pulau kecil yang sebagian belum berpenghuni. Pulau-pulau besarnya antara lain Pulau Tekong besar, Bukum, Brani, Ubin, dan Pulau Dentosa.
Bahasa resmi Singapura adalah bahasa Inggris, tetapi juga dipergunakan bahas China, Melayu, Tamil, Agama-agama yang ada di Singapura adalah agama Budha (mayoritas), Hindu, Islam, dan Kristen. Lagu kebangsaan Singapura adalah Majulah Singapura. Penduduk Singapura berjumlah (+-) 3 juta jiwa dengan komposisi 74 % China, 14 % Melayu, 8 % India, Pakistan dan lain-lain 4 %.
Negara Singapura adalah negara kota, berdiri pada tanggal 9 Agustus 1965 atau keluar dari negara federasi Malaysia. Negara ini menganut paham “sekuler-modern”, di mana pemerintah bersikap netral terhadap semua agama dan ras, Etnis melayu muslim berlatar belakang dari pesisir Malaysia, Jawa, Bugis, Bawean.
Singapura adalah sebuah negara Republik dengan sistem pemerintahan parlementer. Dalam UUD negara ini terdiri dari eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Presiden adalah sebagai kepala negara, tetapi tidak memiliki kekuatan politik. Sedangakan perdana menteri adalah pemimpin kabinet dan administrasi pemerintahan hingga otomatis kekuatan politik dipegang penuh oleh Perdana Menteri.
E. Singapura setelah pisah dengan Singapura
Di antara kebijakan pemerintah Singapura yang tekait dengan masalah perkembangan Islam di Singapura setelah memisahkan diri dari Malaysia adalah kebijakan penataan pemukiman dan tempat tinggal, yaitu dengan membangun rumah-rumah rakyat dan mewajibkan seluruh rakyat tinggal di perumahan itu berbaur dengan etnik-etnik yang berbeda. Dampaknya adalah orang melayu sulit beradaptasi, juga minoritas etnik Melayu di perumahan-perumahan itu membuat melemahnya perhimpunan-perhimpunan keagamaan umat Islam. Mereka yang terbiasa melaksanakan agama secara jama’ah, saling tolong-menolong dan dapat saling memperat silaturrahmi berubah dan mulai terpecah karena kebijakan itu.
Salah satu persoalan yang di alami muslim Singapura terkait dengan upaya g pengembangan Islam di dalam komunitasnya adalah kebijakan pemerintah yang bermaksud mengadakan penataan tempat tinggal. Seperti di negara-negara minoritas muslim lainnya, di Singapura peradilan Islam hanya menangani perkara-perkara kekeluargaan. Setahun setelah Singapura melepaskan diri dari federasi Malaysia, umat Islam negeri itu berhasil mendekati pemerintah agar mensahkan suatu undang-undang yang mengatur Hukum Personal dan keluarga Islam .
Tepatnya pada Agustus 1966, Parlemen Singapura mengeluarkan pengaturan pelaksanaan Hukum Islam (Administration of muslim law act = AMLA). Untuk mengatur administrasi hukum Islam itu, dibentuk pula suatu badan yang dikenal dengan Majlis Ulama Islam Singapura (MUIS) pada tahun 1968 MUIS yang didirikan di bawah ketentuan AMLA antara lain berwenang untuk mengatur administrasi hukum Islam di Singapura, seperti mengumpulkan zakat mal dan zakat fitrah, pengaturan perjalanan ibadah haji, mengorganisir sekolah-sekolah agama, mengelola mesjid serta memfungsikannya sebagai tempat untuk dakwah dan kegiatan masyarakat muslim lainnya, serta pemberian beasiswa bagi pelajar muslim.
Khusus di bidang Pendidikan dibentuk MENDAKI (Majelis Pendidikan Untuk anak-anak muslim) yang bertujuan untuk memperbaiki pendidikan anak-anak muslim. Ini berarti meskipun muslim Singapura pada saat ini sudah menjadi minoritas tapi mereka diberikan kebebasan untuk mengamalkan ajaran agama Islam dengan bebas.
PENUTUP

A. Kesimpulan
singapaura pada tahun 1200-1300 pelabuhan singapura telah menjadi pusat perdagangan.
Asal usul nama Singapura semula bernama Temasi, Tumasek (Jawa), Ta-ma-sek (Cina), Sebagaimana dijelaskan kitab Tuhfat al-nafis dimana saat itu sultan di Singapura dipimpin oleh Sultan Husein Syah (1819).
Islam di Singapura disyi’arkan oleh para ulama dari berbagai belahan Asia tenggara dan benua kecil India, seperti Syaikh Haatib al-Minangkabaui, Syaikh Ahmad Aminudin, Syaikh Habib Ali Habsi.
Sistem pendidikan Islam modern dari awal hingga sekarang merujuk pada sistem Mesir dan barat seperti madrasah, sekolah Arab, atau sekolah agama,. Ada 4 madrasah terbesar di Singapura yaitu :
a. Madrasah al-junied al-islamiyah
b. Madrasah Al-Ma’arif
c. Madrasah wak tanjung al-islamiyah
d. Madrasah Al-Sagoff atau as-saqaf
B. Saran
Setelah pembaca memahaminya dengan baik, penulis mengharapkan agar pembaca bisa menjelaskan dan memberikan pemahaman yang baik tentang Sejarah Islam Di Singapura. Penulis menyadari dalam penulisan ini masih banyak kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu penulis mohon maaf dan meminta kritik dan saran yang berifat membangun, untuk kebaikan makalah berikutnya.







DAFTAR PUSTAKA



Ghofur, Abd. 2008. Sejarah Islam Asia Tenggara. Pekanbaru.
May, Asmal dan M. Arifuddin. 2006. Sejarah Islam Asia Tenggara. Pekabaru
Helmiati. 2002. Sejarah Islam Asia Tenggara. IAIN Pekanbaru.
























Tugas mandiri Dosen Pembimbing
Studi Islam Asia Tenggara Asril, Shi, MH
Islam Di Singapura




Di susun oleh :
Gushairi
Nim : 10721000037


JURUSAN AHWAL AS-SYAKHSIYAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN ILMU HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2009




KATA PENGANTAR


Segala puji serta syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini yang berjudul “Islam di Singapura” ini tepat pada waktu yang telah ditentukan walaupun tidak begitu sempurna.
Kemudian shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang membawa sedikit ilmu Allah dan memberi contoh sebagaimana mengamalkan ilmu itu untuk melaksanakan kemaslahatan umatnya di dunia dan di akhirat.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis, terutama kepada dosen Mata Kuliah Studi Islam Asia Tenggara, bapak Asril, SHi, MH yang senantiasa membantu penulis dalam menyusun makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dala penyusunan makalah ini tidak terlepas dari kesalahan dan kekhilafan. Oleh sebab itu, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya, lebih dari itu maklumlah “ Akal tak sekali datang, runding tak sekali tiba”, untuk itu tegur sapa dari pembaca sangat kami harapkan demi penyusunan makalah selanjutnya.
Akhirnya semoga jerih payah penulis dalam menyusun makalah ini mendapat sambutan yang hangat dari pembaca sekalian, terutama mendapatkan keridhaan Allah SWT. Amin ya Rabbal ‘Alamin.

Pekanbaru, 22 April 2009


Penulis





DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR I
DAFTAR ISI II
A. Singapura di awal Sejarah 1
B. Islam pertama kali masuk ke Singapura 2
C. Pendidikan Islam di awal perkembangannya 3
D. Singapura Periode Modern 4
PENUTUP 6
A. Kesimpulan 6
B. Saran 6
DAFTAR PUSTAKA

Hukum Islam di Malaysia

HUKUM ISLAM DI MALAYSIA

A. Pendahuluan
Ajaran Islam pada hakekatya terdiri dari dua ajaran pokok. Pertama ajaran Islam yang bersifat absolut dan permanen. Kedua ajaran Islam yang bersifat relatif dan tidak permanen, dapat berubah dan diubah-ubah. Termasuk kelompok kedua ini adalah ajaran Islam yang dihasilkan melalui proses ijtihad. Hal ini menunjukkan terbukanya peluang tentang kemungkinan mengadakan perubahan dan pembaharuan ajaran Islam yang bersifat relatif, termasuk dalam bidang hukum. Hukum Islam dalam pengertian inilah yang memberi kemungkinan epistimologi bahwa setiap wilayah yang dihuni umat Islam dapat menerapkan hukum secara berbeda-beda. Kenyataan ini tercermin pada kecenderungan sistem hukum di negara-negara muslim dewasa ini. Hal ini bukan saja karena sistem politik yang dianut, melainkan juga oleh faktor sejarah, sosiologi dan kultur dari masing-masing negara tersebut.
Penerapan hukum Islam diberbagai negara yang berpenduduk muslim mempunyai corak serta sistem yang satu dengan yang lainnya saling berbeda. Di negara yang mayoritas penduduknya beragam Islam berbeda nuansanya dengan negara yang relatif berimbang antara setiap pemeluknya, misalnya negara tersebut memiliki pluralitas agama, dominasi penguasa atau”political will” juga amat berpengaruh terhadap kebijaksanaan hukum suatu negara. Karenanya implementasi hukum Islam di negara-negara muslim bukan hanya terletak pada seberapa banyak penganut Islam tetapi juga ditentukan oleh sistem yang dikembangkan oleh negara tersebut.
Malaysia merupakan salah satu negara yang mempunyai posisi cukup penting di dunia Islam karena kiprah keislamannya. Berbagai proses Islamisasi di negeri jiran ini tentu tidak terjadi begitu saja, melainkan didahului oleh pencarian dan pergulatan yang panjang, meskipun penduduknya tidak sebanyak penduduk di Indonesia, bahkan hampir separuh dari keseluruhan warganya adalah non muslim yang didominasi oleh etnik Cina dan India. Namun demikian Malaysia telah tampil di pentas dunia internasional dengan nuansa serta simbol Islam yang begitu melekat, termasuk dalam kebijakan perundang-undangan banyak diwarnai oleh jiwa keislaman.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dalam makalah ini, penulis akan memaparkan bagaimana perkembangan hukum Islam di Malaysia.
B. Hukum Islam Periode Melayu
Kedatangan Islam ke Malaysia tidak berbeda dengan kedatangan Islam ke Indonesia, yaitu melalui Selat Malaka. Selat Malaka merupakan jalur perdagangan laut yang sudah lama dilayari oleh pedagang-pedagang Arab, Parsi, dan India. Sebagai sebuah lintasan perdagangan tentu telah terjadi kontak antara kaum pendatang, yaitu para pedagang, dengan bumi putra . Tentang waktu kedatangan Islam ke Malaysia, berikut daerah yang pertama disentuh Islam, dan tokoh pembawanya masih terus dalam pengkajian.
Sebagaimana diketahui secara umum, sebelum Islam datang ke tanah Melayu, orang-orang Melayu adalah penganut animisme, hinduisme, dan budhiesme. Namun sejak kedatangannya, islam secara berangsur-angsur mulai diyakini dan diterima sebagai agama baru oleh masyarakat Melayu Nusantara .
Sejauh menyangkut penyebaran Islam, peranan Melaka sama sekali tidak dapat dikesampingkan dalam proses islamisasi di Malaysia. Karena konversi Melayu terjadi terutama selama periode Kesultanan Malaka pada adab ke-15 M, dari sekitar 1403 hingga 1511. sebagaimana yang dikutip oleh A.C. Milner, Malay Annals menceritakan bahwa raja malaka Sultan Muhammad Shah, adalah orang pertama di kesultanan itu yang memeluk agama Islam, selanjutnya ia memerintahkan segenap warganya baik yang berkedudukan tinggi maupun rendah untuk menjadi muslim.
Peran Melaka yang begitu penting dalam upaya islamisasi mungkin terjadi setelah Sultan Muzaffar Shah (berkuasa tahun 1450) menyatakan Islam sebagai agama resmi kerajaan Melaka. Melaka dikenal sebagai pusat kegiatan dakwah, Qadhi dan ahli fiqh mempunyai kedudukan yang sama dengan pembesar negara yang lain. Mesjid menjadi tumpuan umat Islam terutama pada bulan Ramadhan, dan pada tanggal 27 Ramadhan, sultan bersama pembesar istana turut berangkat melaksanakan shalat tarawih, besok pagi barulah mereka pulang ke istana. Selain itu Bandar Melaka senantiasa dipenuhi oleh para saudagar Arab Islam. Dalam suasana seperti ini, maka tidak mengherankan jika di Melaka tercipta satu undang-undang yang dikenal dengan Hukum Kanun Melaka .
Kedatangan Islam telah menimbulkan reorintasi kebudayaan politik di dunia Melayu. Tradisi politik Melayu yang berbasis Hindu-Budha sebelum kedatangan Islam telah digantikan dengan ide-ide dan institusi-institusi yang diilhami oleh Qur’an dan sumber-sumber sah Islam lainnya. Bila sebelum kedatangan Islam, karena ketaatan orang-orang Melayu yang membuta pada para penguasa mereka, terkenal slogan “Pantang Melayu menderhaka”, begitu menerima Islam, mereka memberikan persyaratan tertentu bagi loyalitas mereka terhadap penguasa. Demikianlah, slogan Melayu yang sudah dikenal luas itu diubah menjadi pepatah “raja adil raja disembah, raja zalim raja disanggah”.
Sejak periode awal di Malaysia, islam telah mempunyai ikatan yang erat dengan politik dan masyarakat Melayu. Islam bagi orang Melayu, bukan hanya sebatas keyakinan, tetapi juga telah menjadi identitas mereka, dan menjadi dasar kebudayaan Melayu. Pakaian tradisional Melayu, misalnya telah disesuaikan dengan apa yang dianjurkan oleh Islam. Berbaju kurung dan rok panjang bagi wanita yang disertai oleh tutup kepala dengan maksud untuk menutup aurat. Di sepanjang sejarah, asosiasi yang sangat erat antara Islam dengan kebudayaan dan identitas Melayu ini merupakan sesuatu yang diterima secara umum. “sejak membuang kepercayaan animisme dan memeluk Islam selama masa kerajaan Malaka (abad XV), bangsa Melayu tak pernah berubah agama”. Pengaruh Islam pun berakar dalam pada berbagai dimensi kehidupan Melayu .
Selain itu, hukum yang diberlakukan di berbagai kesultanan Melayu seperti Malaka, Johor, Pahang, kedah, dan kesultanan lainnya di Malaysia adalah hukum yang bernafaskan syaria’t Islam. R.O Winstedt mengatakan bahwa Malaka adalah kerajaan Melayu pertama yang menyusun perundangan yang mempunyai unsur-unsur syari’at Islam. Berikutnya, kesultanan lainnya di Malaya juga merumuskan kitab hukum yang isinya merujuk kepada kitab Hukum Kanun Malaka. Dengan demikian dapat dibayangkan bahwa hukum yang diberlakukan di kesultanan-kesultanan tersebut, juga adalah hukum yang sebagian isinya berlandaskan pada ajaran Islam.
C. Hukum Islam periode Penjajahan Inggris di Malaysia
Pada tahun 1511 Malaka jatuh ke tangan Portugis, sejak saat itu Malaka mengalami zaman kegelapan dalam berbagai bidang, yaitu pendidikan, politik, ekonomi, budaya dan agama. Penaklukan Malaka oleh Portugis ini dipandang sebagian sejarawan tidak hanya bermotifkan ekonomi atau politik, tetapi juga tidak terlepas dari motif agama. Jelaslah, Malaka di bawah kekuasaan Portugis, tidak membantu perkembangan agama dan pendidikan .
Tetapi tahun 1641 Portugis mampu dikalahkan Belanda, karena jajahan Belanda tidak mentolerir penguasa melayu melanggengkan adat istiadat mereka, maka pada akhirnya Belanda jatuh ke tangan Inggris tahun 1975, tahun 1874 Inggris membuat perjanjian Pangkor, yang isinya Inggris berjanji tidak akan ikut campur dalam urusan-urusan yang menyangkut adat istiadat dan agama orang melayu.
Hanya saja, kolonial Inggris dengan kebijakan dan peraturan yang diberlakukannya kepada bangsa Melayu, telah menjauhkan bangsa Melayu dari agama Islam. Penjajahan Melayu oleh Inggris telah menyebabkan melemahnya nilai-nilai islam yang telah meresap dalam tatanan masyarakat tradisional Melayu. Penjajahan itu tidak hanya terbatas pada aspek ekonomi dan politik saja, tetapi termasuk juga penjajahan pikiran dan kebudayaan. Kolonial Inggris membuat pemisahan yang jelas antara agama dan negara. Pelaksanaan hukum Islam di negara-negara bagian Malaysia sebelum kemerdekaan sekarang telah berubah di bawah pengaruh Inggris. Inggris menggantikan sistem hukum Islam dengan sistem hukum yang sesuai dengan keinginannya. Sistem pemerintahan Islam yang disebut kesultanan juga mengalami kemunduran akibatnya tidak lagi mampu memainkan perannya sebagai pelindung penyebaran agama Islam sebagaimana yang pernah terjadi sebelumnya. Sepanjang masa penjajahan tersebut Dunia Melayu mengalami “westernisasi”(pembaratan) dan “deislamisasi” sekaligus, yaitu (hilangnya pengaruh Islam).
Konsolidasi imperium Inggris di Melayu menjelang abad ke-20 juga menyokong pembentukan negara-negara yang memusat dan sebuah perekonomian kapitalis yang memusat pada pemberdayaan pertanian dan industri pertambangan. Perkembangan ini menimbulkan dampak yang menonjol terhadap organisasi kehidupan keagamaan dan pola hubungan antara negara-negara Melayu dan komunitas muslim . Pada periode tradisional, Sultan merupakan pejabat agama dan politik yang tertinggi, dan melambangkan corak Muslim masyarakat Melayu. Sekalipun demikian, mereka hanya sedikit memiliki peranan aktual administrasi hukum, pendidikan, dan peribadatan muslim. Ulama pedesaan merupakan perwakilan Islam yang terpenting, mereka menyelenggarakan peribadatan, mengajarkan do’a-do’a Islam, memimpin pelaksanaan upacara perkawinan dan kematian, dan menyelesaikan berbagai perselisihan, mengobati penyakit, mengelola kekayaan komunal, dan mengumpulkan pajak islam (zakat).
D. Hukum Islam di Malaysia setelah kemerdekaan
Malaysia adalah salah satu negara anggota ASEAN yang merdeka pada tanggal 31 Agustus 1957 dari tangan Inggris dengan nama Persekutuan Tanah Melayu, kemudian pada tahun 1963, berubah namanya menjadi Malaysia termasuk di dalamnya Sabah, Serawak, dan Singapura. Dua tahun berikutnya, Singapura terpisah dari Malaysia. Malaysia memiliki tiga belas buah negara bagian yang disebut negeri dan dua buah wilayah persekutuan. Ketiga belas negeri tersebut adalah : Kelantan, Trengganu, Pahang, Johor, Malaka, Negeri Sembilan, Selangor, Perak, Kedah, Perlis, Pulau Pinang, Sabah, dan Serawak. Sementara, dua wilayah persekutuan adalah Kuala Lumpur ibukota negara Malaysia dan Labuah yang terletak di Sabah, Malaysia Timur .
Berdasarkan UUD Malaysia sejak merdeka 31 Agustus 1957, Islam merupakan agama resmi negara, walaupun agama-agama lain tetap dijamin . Di Malaysia penduduknya terdiri dari beragam etnis dan agama. Sensus nasional tahun 2000 mencatat etnis Melayu berjumlah 65,1 % dari seluruh jumlah penduduk, meningkat 4,5 % selama sepuluh tahun terakhir. Sisanya terdiri dari 26 % Cina, menurun dari 28,1 % di tahun 1990, sisanya dari etnis lain .
Kedudukan Hukum Islam di Malaysia dapat kita lihat dari beberapa segi :
1. Posisi Islam dalam Konstitusi (UU) Negara Malaysia
Malaysia terdiri dari masyarakat plural dengan keragaman penduduknya, akan tetapi citra dan nuansa Islam sangat menonjol terutama dalam sistem politik dan pemerintahan. Salah satu faktor penting lainnya yang turut memperkuat pengaruh, citra dan nuansa Islam tersebut terkait erat dengan posisi Islam dalam konstitusi negara ini.
Dalam konstitusi Malaysia, Islam diakui sebagai agama resmi negara. Pasal 3 ayat 1 menegaskan “Islam is the religion of the federation, but other religions may be peace and harmony in any part of the federation” Islam adalah agama federasi namun pada saat yang sama, konstitusi (UU) memberikan kebebasan beragama kepada komunitas non-muslim. Mereka berhak menjalankan agama mereka, memiliki kekayaan, mendirikan sekolah-sekolah agama, mengurusi perkara-perkara mereka sendiri.
Pengakuan konstitusi bahwa agama Islam merupakan agama resmi negara tidak memberi ruang kuasa yang luas untuk melaksanakan undang-undang berdasarkan Islam, bahkan konstitusi tetap menjadi undang-undang tertinggi federal dan setiap undang-undang hendaklah disesuaikan dengan ketentuan konstitusi. Terlepas dari keterbatasan implikasi dari ketentuan Konstitusi Malaysia tentang posisi Islam sebagai agama resmi negara, yang jelas pengakuan negara atas Islam sebagai agama resmi negara turut mendukung menguatnya Islam di Malaysia.
2. Kebijakan Pemerintah setelah kerusuhan etnis tahun 1969
Malaysia menyuguhkan suatu pengalaman Islami yang unik. Malaysia adalah sebuah masyarakat multietnik dan multiagama, namun mempunyai kekuatan politik dan budaya yang dominan. Sejak periode awal, Islam mempunyai ikatan erat dengan politik dan masyarakat. Islam merupakan sumber legitimasi bagi para Sultan yang memegang peran sebagai pemimpin agama, pembela iman, dan pelindung hukum Islam, sekaligus pendidikan dan nilai-nilai adat.
Suatu ciri khas dalam perkembangan politik Malaysia adalah peran Islam dalam politik Melayu. Malaysia merupakan federasi negara-negara bagian, sebuah pemerintahan yang resmi bersifat pluralitas dengan Islam sebagai agama resmi. Pluralisme dan hubungan agama dengan indetitas nasional Melayu menjadi isu politik ketika Malaysia tengah berjuang merebut kemerdekaan pada periode pasca-Perang Dunia II. Usulan awal Inggris bagi Serikat Melayu bersatu dengan kesamaan hak warga negara bagi semua orang ditolak oleh bangsa Melayu, yang mengkhawatirkan pertumbuhan populasi, kekuatan ekonomi, serta pengaruh komunitas Cina dan India, yang telah menikmati tingkat ekonomi dan pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan kaum muslim Melayu. Ketegangan-ketegangan internal yang diakibatkan oleh dikotomi etnik dalam masyarakat Malaysia meledak pada tahun 1969. Kerusuhan etnik antara orang-orang Melayu dan Cina di Kuala Lumpur menandai titik balik dalam politik Malaysia. Sementara kaum muslimin melayu, yang kebanyakan tinggal di pedesaan dan bertani. Komunitas-komunitas Cina dan India yang berbasis kota meraih kemakmuran dan menonjol dibidang ekonomi dan pendidikan. Ketegangan ekonomi Malaysia akibat adanya kesenjangan yang begitu besar dan semakin terasa kehadirannya, dan meningkatnya kehidupan orang-orang asing itu, menyulut kerusuhan anti Cina pada tanggal 13 Mei 1969.
Tragedi ini meruapakan suatu peristiwa sejarah yang tak dapat dilupakan begitu saja oleh bangsa Melayu, terutama pemerintah. Peristiwa ini membuat pemerintah dan pimpinan-pimpinan UMNO sadar akan pentingnya memperjuangkan nasib dan peningkatan bagsa Melayu, mengembalikan kepercayaan Melayu pada UMNO serta mewujudkan keadilan sosio-ekonomi bagi etnis Melayu demi stabilitas dan keamanan negara.
Dari sisi politik nasional, dampak langsung tragedi 13 Mei menyebabkan terbentuknya Barisan Nasional (Nation Front) yang turut dianggotai PAS, sehingga tidak ada lagi organisasi Islam yang memainkan peranan sebagai “watchdog”terhadap sistem pemerintahan. Bila tragedi 13 Mei 1969 menjadi suatu peristiwa sejarah yang tak dapat dilupakan begitu saja oleh bangsa Melayu, hal yang sama juga dirasakan oleh pemerintahan UMNO. Mengomentari berbagai kebijakan pemerintah yang pro-Melayu setelah kerusuhan etnis itu Zainah Anwar mengatakan :
Kalau insiden 13 Mei 1969 adalah situasi krisis yang menjadi kontak awal bagi perpalingan ke Islam, maka lingkup luas kebijaksanaan yang diambil pemerintah menyusul peristiwa itu hanyalah menyiram minyak ke dalam kobaran api kebangkitan Islam.
Dengan demikian, tragedi 13 Mei 1969 adalah momen menentukan dalam politi Melayu, yang menandai titik balik dalam politik Malaysia serta titik paling menentukan bagi terjadinya perubahan radikal dalam prioritas kebijakan pemerintah yang secara khusus berkonsekuensi pada peningkatan kesadara Islam di kalangan Muslim Malaysia .
Pada dekade 1970 dan 1980-an kebangkitan Islam di Malaysia semakin terasa dimana perpaduan antara kepentingan agama, ekonomi dan kebudayaan saling berbarengan. Pada saat itu pemerintah menjalankan program reformasi ekonomi dengan sasaran meningkatkan usaha orang-orang Melayu dan penduduk bumi putra. Meskipun fokus utama program itu adalah pembangunan sosio-ekonomi Melayu, promosi bahasa dan nilai-nilai budaya melayu semakin memperkokoh ikatan agama dan etnik. Proses yang bertumpuh pada bahasa Melayu, sejarah, kebudayaan, dan agama, memperkuat solidaritas Melayu. Nasionalisme Melayu dan Islam merupakan unsur terpenting dalam identitas budaya Melayu, hal ini menjadi kekuatan ideologi dan politik yang besar.
Sebagaimana diketahui sejak kemerdekaannya dari Inggris pada tanggal 16 September 1963, pemerintahan dikuasai oleh Barisan Nasional sebuah koalisi beberapa partai diantaranya yang terkuat adalah UMNO (United Malaya National Organization), yang memimpin Front Nasional menikmati politik graduasi serta memasukkan secara selektif nilai-nilai keislaman ke dalam kebijakan pemerintah dan tetap menjunjung tinggi konsitusi Malaysia.
Peranan politik Islam di Malaysia lebih tampak sekitar tahun 1980-an PAS, yang setiap kampaye politiknya menyerukan untuk membentuk negara Islam dan memperjuangkan terwujudnya sebuah masyarakat dan pemerintahan yang terlaksana di dalamnya nilai-nilai Islam, hukum-hukum menuju keridhaan Allah, mempertahankan kesucian Islam, serta kemerdekaan dan kedaulatan negara. Para pemimpin PAS juga sering mengemukan visi dan misinya tentang sebuah negara Islam Malaysia yang menerapkan hukum Islam berdasarkan Alquran dan Sunnah Nabi. Karena visi dan misinya itulah, PAS mendapat cap sebagai partai Islam fundamentalis bahkan kelompok garis keras Islam. Partai ini banyak mendapat dukungan dari masyarakat yang dinominasi oleh orang-orang muslim seperti di Kelantan, Trengganu, Kedah dan Perlis.
Sekalipun sebelumnya Malaysia telah mempunyai sejumlah organisasi terkemuka, namun perkembangan politik pasca 1961 memunculkan organisasi Islam yang mengacu bukan hanya pada usaha untuk mengislamkan orang-orang non muslim, melainkan juga menyuruh kepada orang-orang muslim sendiri untuk lebih taat menjalankan ajaran agama. Orginisasi tersebut adalah Darul Arqam yang didirikan pada tahun 1968 oleh Ustasd Ashaari Muhammad dimana menekankan pentingnya membangun suatu masyarakat Islam sebelum mendirikan negara Islam. Sementara itu, garakan dakwah terkemuka dan yang paling efektif dan berhasil secara politis pada 1970-an dan awal 1980-an adalah Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM). Berdiri pada tahun 1971-1972 merupakan hasil pergumulan berbagai peristiwa, isu, dan kepedulian untuk memupuk semangat kebangkitan agama pada umumnya dan memobilisasi pemuda pada khususnya. Di bawah kepemimpinan kharismatik salah seorang pendirinya, Anwar Ibrahim (1974-1982).
3. Impelmentasi Penerapan Hukum Islam di Malaysia
Upaya melaksanakan hukum Islam selain bidang ibadah dan kekeluargaan (perkawinan, perceraian, kewarisan) di negara-negara Asia Tenggara saat ini merupakan fenomena kultural umat yang latar belakangnya dapat dilihat dari berbagia segi. Diantaranya ialah bahwa hukum Islam telah menjadi hukum yang hidup di dalam masyarakat yang beragama Islam di Asia Tenggara, karena hukum Islam berkembang bersamaan dengan masuknya Islam di kawasan ini.
Sebagai hukum yang hidup yang inheren dalam kehidupan umat Islam, maka hukum Islam telah menjadi bagian dari kehidupan umat, sehingga hukum Islam tidak lagi dirasakan sebagai norma-norma hukum yang dipaksakan dari luar diri masing-masing pemeluknya.
Jika diamati, maka implementasi hukum Islam di Malaysia, tampak dari kodifikasi yang dilakukan yang telah melewati tiga fase, masing-masing periode Melayu, penjajahan Inggris, serta fase kemerdekaan. Terdapat buku aturan hukum yang singkat, salah satu diantaranya adalah Risalah Hukum Kanun atau buku Hukum Singkat Malaka yang memuat aturan Hukum Perdata dan Pidana Islam. Pada fase penjajahan Inggris, posisi hukum Islam sebagai dasar negara berubah. Administrasi hukum Islam dibatasi pada hukum keluarga dan beberapa masalah tentang pelanggaran agama. Pada fase awal kemerdekaan Malaysia, pengaruh serta pakar hukum Inggris masih begitu kuat, namun di beberapa negara bagian telah diundangkan undang-undang baru mengenai administrasi hukum Islam. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan pendasaran konstitusi serta wewengan pada Majelis Agama Islam, Departemen Agama, dan Pengadilan Syari’ah.
Pada dekade 80-an telah diupayakan perbaikan hukum Islam di berbagai negara bagian. Untuk itu, sebuah konferensi nasionasl telah diadakan di Kedah untuk membicarakan hukum Islam, khususnya yang berkaitan dengan masalah hukum pidana. Maka dibentuklah sebuah komite yang terdiri dari ahli hukum Islam dan anggota bantuan hukum, kemudian mereka dikirim ke berbagai negara Islam untuk mempelajari hukum Islam dan penerapannya di negara-negara tersebut. Sebagai wujud perhatian pemerintah federal kepada hukum Islam, maka pada saat yang sama dibentuk beberapa komite diantaranya bertujuan untuk menelaah struktur, yuridiksi, dan wewenang Pengadilan Syari’ah dan merekomendasikan pemberian wewenang dan kedudukan yang lebih besar kepada hakim Pengadilan Syaria’ah, mempertimbangkan suatu kitab UU hukum keluarga Islam yang baru guna mengantikan yang lama sebagai penyeragaman UU di negara-negara bagian. Dan salah satu komite juga mempertimbangkan proposal adaptasi hukum acara pidana dan perdata bagi Pengadilan Syari’ah. Sebagai hasilnya, beberapa UU telah ditetapkan yaitu :
a. Administrasi Hukum Islam.
• UU Administrasi Pengadilan Kelantan, 1982.
• UU Mahkamah Syari’ah Kedah, 1983.
• UU Administrasi Hukum Islam Wilayah Federal, 1985.
• Hukum Keluarga
 UU Hukum Keluarga Islam Kelantan, 1983.
 UU Hukum Keluarga Islam Negeri Sembilan, 1983.
 UU Hukum Keluarga Islam Malaka, 1983.
 UU Hukum Keluarga Islam Selangor, 1984.
 UU Hukum Keluarga Islam Perak ,1984.
 UU Hukum Keluarga Islam Kedah, 1984.
 UU Hukum Keluarga Islam Wilayah Federal, 1984.
 UU Hukum Keluarga Islam Penang, 1985.
 UU Hukum Keluarga Islam Trengganu, 1985.
 Acara Pidana.
 UU Acara Pidana Islam Kelantan ,1983.
 UU Hukum Acara Pidana Islam Wilayah Federal.
 Acara Perdata.
 UU Hukum Acara Perdata Islam Kelantan 1984.
 UU Hukum Acara Perdata Islam Kedah , 1984.
 Pembuktian.
Pada dasarnya hukum Islam di Malaysia, ada yang menyangkut persoalan perdata dan ada yang menyangkut persoalan pidana.
Dalam bidang perdata meliputi :
1. Pertunangan, nikah cerai, membatalkan nikah atau perceraian.
2. Memberi harta benda atau tuntutan terhadap harta akibat perkara di atas.
3. Nafkah orang di bawah tanggungan, anak yang sah, penjagaan dan pemeliharaan anak.
4. Pemberian harta wakaf.
5. Perkara lain yang diberikan kuasa berdasarkan undang-undang.
Dalam persoalan pidana mengatur hal sebagai berikut:
1. Penganiayaan terhadap istri dan tidak patuh terhadap suami.
2. Melakukan hubungan seks yang tidak normal.
3. Penyalah-gunaan minuman keras.
4. Kesalahan terhadap anak angkat.
5. Kesalahan-kesalahan lain yang telah diatur lebih jauh dalam undang-undang.
Walaupun beberapa masalah telah diatur dalam hukum Islam di Malaysia, namun hukum Inggris tetap diberlakukan pada sebagian besar legislasi dan yudisprudensi. UU Hukum Perdata 1956 menyebutkan bahwa jika tidak didapatkan hukum tertulis di Malaysia, Pengadilan Perdata harus mengikuti hukum adat Inggris atau aturan lain yang sesuai. Dengan demikian hukum Islam hanya berlaku pada wilayah yang terbatas, yaitu yang berhubungan dengan keluarga dan pelanggaran agama. Dalam hukum keluarga, pengadilan perdata tetap memiliki yuridiksi, seperti dalam kasus hak milik, warisan, serta pemeliharan anak. Bila terdapat pertentangan antara pengadilan perdata dan syari’ah, maka kewenagan peradilan perdata lebih diutamakan.
Implementasian hukum Islam di negara Malaysia bisa juga kita lihat pada tahun 1981 ketika Mahatir menjadi Perdana Menteri, menawarkan kepada Anwar Ibrahim (Presiden ABIM) agar bergabung dengan pemerintah. Atas bujukan itu Anwar mau pindah haluan dengan misi “Dakwah Islam dan perbaikan nasib kaum Melayu”. Penilaian Anwar karena Mahatir lebih Islami dari pada penghulunya. Banyak kebijakan yang dibuat Mahatir untuk meyakinkan rakyat Malaysia bahwa UMNO dan pemerintah benar-benar mendukung prinsip-prinsip Islam, bukan sekedar dukungan simbolis. Secara kronologis kebijakan pro-islam yang dibuat :
1. Pemerintah merevisi sistem hukum nasional agar lebih selaras dengan hukum Islam (1978).
2. Mendirikan pusat penelitian Asia Tenggara (1979)
3. Agama Islam dijadikan materi Ujian Nasioanal di sekolah (1979)
4. Penetaan bulan dakwah nasional (1979)
5. Menyusun kembali sistem ekonomi model Islam
6. Pembangunan sekolah guru Islam (1980)
7. Membangun desa-desa Islam di kota-kota sepanjang Malaysia
8. dll
Melihat kenyataan tersebut di atas, eksistensi hukum Islam di Malaysia sesungguhnya belum berlaku secara menyeluruh terhadap semua penduduk negara tersebut. Hal ini karena masih adanya pengaruh hukum koloni Inggris yang pernah menjajah Malaysia.
Tampaknya hukum Islam di Malaysia masih membutuhkan penelaahan secara menyeluruh dan legislasi untuk membuat hukum Islam di Malaysia menjadi efektif.

E. Kesimpulan
Sejak periode awal di Malaysia, islam telah mempunyai ikatan yang erat dengan politik dan masyarakat Melayu. Islam bagi orang Melayu, bukan hanya sebatas keyakinan, tetapi juga telah menjadi identitas mereka, dan menjadi dasar kebudayaan Melayu. Pakaian tradisional Melayu, misalnya telah disesuaikan dengan apa yang dianjurkan oleh Islam. Berbaju kurung dan rok panjang bagi wanita yang disertai oleh tutup kepala dengan maksud untuk menutup aurat.
Penjajahan Melayu oleh Inggris telah menyebabkan melemahnya nilai-nilai islam yang telah meresap dalam tatanan masyarakat tradisional Melayu. Penjajahan itu tidak hanya terbatas pada aspek ekonomi dan politik saja, tetapi termasuk juga penjajahan pikiran dan kebudayaan. Kolonial Inggris membuat pemisahan yang jelas antara agama dan negara. Pelaksanaan hukum Islam di negara-negara bagian Malaysia sebelum kemerdekaan sekarang telah berubah di bawah pengaruh Inggris. Inggris menggantikan sistem hukum Islam dengan sistem hukum yang sesuai dengan keinginannya. Sistem pemerintahan Islam yang disebut kesultanan juga mengalami kemunduran akibatnya tidak lagi mampu memainkan perannya sebagai pelindung penyebaran agama Islam sebagaimana yang pernah terjadi sebelumnya. Sepanjang masa penjajahan tersebut Dunia Melayu mengalami “westernisasi”(pembaratan) dan “deislamisasi” sekaligus, yaitu (hilangnya pengaruh Islam).
Maka implementasi hukum Islam di Malaysia, tampak dari kodifikasi yang dilakukan yang telah melewati tiga fase, masing-masing periode Melayu, penjajahan Inggris, serta fase kemerdekaan. Terdapat buku aturan hukum yang singkat, salah satu diantaranya adalah Risalah Hukum Kanun atau buku Hukum Singkat Malaka yang memuat aturan Hukum Perdata dan Pidana Islam. Pada fase penjajahan Inggris, posisi hukum Islam sebagai dasar negara berubah. Administrasi hukum Islam dibatasi pada hukum keluarga dan beberapa masalah tentang pelanggaran agama. Pada fase awal kemerdekaan Malaysia, pengaruh serta pakar hukum Inggris masih begitu kuat, namun di beberapa negara bagian telah diundangkan undang-undang baru mengenai administrasi hukum Islam. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan pendasaran konstitusi serta wewengan pada Majelis Agama Islam, Departemen Agama, dan Pengadilan Syari’ah


DAFTAR PUSTAKA

Daulay, Haidar Putra. 2009 Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara. Jakarta : Rineka Cipta
Dardiri, dkk. 2006 Sejarah Islam Asia Tenggara. Pekanbaru : ISAIS UIN Suska Riau
Ghofur, Abd. 2008. Handout Mata Kuliah Sejarah Islam Asia Tenggara. Pekabaru : Suska Press
Helmiati. 2008. Dinamika Islam Asia Tenggara. Pekanbaru : Suska Press
Lapidus, Ira. M.1999. Sejarah Sosial Umat Islam. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada
Psposito, Johni. 1986. Identitas Islam Pada Perubahan Sosial-Politik. Jakarta : Bulan Bintang
www.google.com. Penerapan Hukum Islam di Malaysia. 27 September 2009