GUSHAIRI, S.HI, MCL
Dosen STAI
IBNU SINA BATAM
Abstract
Akhir-akhir ini berbagai macam penyakit yang
diderita oleh masyarakat yang jarang sekali didengar beberapa puluh tahun yang
lalu. Seperti penyakit kanker darah, diabetes, kolestrol tinggi, asam urat, dan
berbagai macam penyakit lainnya yang bisa membahayakan nyawa seseorang. Hal ini
terjadi disebabkan pola konsumsi yang tidak baik, cara makan yang baik, dan
kualitas dari makanan yang dimakan. Tulisan ini melihat bagaimana Islam sebagai
agama yang sempurna, memandang etika dalam bidang konsumsi. Penelitian yang
dengan metode kualitatif ini, menemukan bahwa jika seseorang mengikuti yang
diajarin dalam agama Islam masalah konsumsi maka akan bisa terhindar dari
berbagai macam penyakit tersebut, karena Islam disamping memperhatikan
kehalalan sebuah makanan, Islam juga memperhatikan kualitas makanan tersebut
(baik dan bergizi), serta pola makan yang teratur.
Kata kunci: Konsumsi,
Etika, Halal, Baik,
dan Islam
Pendahuluan
Menderita sebuah penyakit adalah sesuatu yang ditakuti oleh banyak orang,
akan tetapi sesuatu yang harus dijalani. Bagi orang yang beriman, menderita
sebuah penyakit bisa saja merupakan sebuah ujian yang diberikan oleh Allah Swt.
Namun, menjaga kesehatan adalah sebuah kewajiban di dalam Islam, karena di
waktu sehatlah, seseorang bisa memperbanyak ibadah kepada Allah dan berbuat
baik dengan sesama.
Nabi Muhammad Saw menjelaskan untuk
memanfaatkan waktu yang sehat sebelum datang waktu sakit.
Dalam
sabdanya: “manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara, yakni waktu muda
sebelum datang waktu tua, waktu sehat sebelum datang waktu sakit, masa kaya
sebelum datang masa fakir, waktu luang sebelum datang waktu sempit/sibuk, dan waktu hidup sebelum
datang waktu mati”.
Akhir-akhir ini, berbagai
macam penyakit yang diderita oleh manusia, seperti penyakit diabetes,
kolestrol, asam urat, darah tinggi, usus buntu, maag dan berbagai macam
penyakit lainnya yang bisa berujung kepada kematian, atau tidak produktif lagi
akibat dari penyakit yang di derita.
Penyakit diabetes merupakan penyakit yang ditandai dengan kadar gula darah
yang jauh di atas normal. Pada tahun 2013, Indonesia termasuk dalam 10 negara
terbesar penderita diabetes yang mencapai 8,5 juta orang. Penyakit kolestrol
juga menjadi momok bagi masyarakat, ketika kolestrol naik, maka akan
mengakibatkan seseorang pusing dan bisa berimbas kepada sakit jantung, stroke,
maupun penyempitan pembuluh darah.
Menurut para dokter, penyakit-penyakit ini berasal dari gaya hidup dan
perilaku, seperti kurang memperhatikan berat badan yang berlebih, lingkar perut
terlalu besar, sementara itu aktifitas fisik kurang, pengaturan porsi makan,
kadang-kadang berlebihan dan terlalu sedikit atau menunda-menunda untuk makan,
adanya asupan makan yang banyak mengandung lemak dan gaya hidup yang cenderung
tidak teratur dan seimbang.
Sehingga sangat menarik diteliti bagaimana Islam memandang etika dalam
konsumsi supaya terhindar dari berbagai macam penyakit yang berujung kepada
hidup yang sia-sia dan tidak produktif lagi, bahkan berujung kepada kematian.
Pengertian Konsumsi
Konsumsi, berasal dari bahasa Belanda consumptie, ialah suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna
suatu benda, baik berupa barang maupun jasa, untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara
langsung. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang
lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.[1]
Yusuf Qardhawi mendefenisikan konsumsi adalah salah satu kegiatan utama
dalam ekonomi. Konsumsi di dalam Islam tidak bisa lepas dari etika umum tentang
norma dan akhlaq dalam ekonomi Islam.[2]
Pelaku konsumsi atau orang yang menggunakan barang
atau jasa untuk memenuhi kebutuhannya disebut konsumen. Perilaku konsumen
adalah kecenderungan konsumen dalam melakukan konsumsi, untuk memaksimalkan
kepuasannya. Dengan kata lain, perilaku konsumen adalah tingkah laku dari
konsumen, dimana mereka dapat mengilustrasikan pencarian untuk membeli,
menggunakan, mengevaluasi dan memperbaiki suatu produk dan jasa mereka.
Perilaku konsumen (consumer behavior) mempelajari bagaimana manusia memilih di
antara berbagai pilihan yang dihadapinya dengan memanfaatkan sumber daya
(resources) yang dimilikinya.[3]
Pandangan Islam dalam
konsumsi
Setiap hari selama hidup, manusia selalu melakukan kegiatan makan dan
minum, karena dengan makan dan minum akan memberikan tenaga dan kekuatan yang
diperlukan untuk mempertahankan kehidupan. Mengkonsumsi makanan dan minuman sesungguhnya
bukan hanya persoalan memindahkan makanan dari piring ke dalam perut, makan dan
minum, apabila dilakukan dengan benar, juga merupakan ibadah, tanda syukur
kepada Allah swt, dan tentunya untuk menjaga kesehatan dengan baik.
Islam adalah agama yang ajarannya mengatur segenap perilaku manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Demikian pula dalam masalah konsumsi, Islam
mengatur bagaimana manusia dapat melakukan kegiatan-kegiatan konsumsi yang membawa
manusia berguna bagi kemaslahatan hidupnya. Seluruh aturan Islam mengenai
aktivitas konsumsi terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Perilaku konsumsi
yang sesuai dengan ketentuan al-Qur’an dan as-Sunnah ini akan membawa pelakunya
mencapai keberkahan dan kesejahteraan hidupnya.
Syari’at Islam menginginkan manusia mencapai dan memelihara
kesejahteraannya. Imam Shatibi menggunakan istilah ‚mas}lahah‛, yang maknanya
lebih luas dari sekedar utility atau kepuasan dalam terminologi ekonomi
konvensional. Mas}lahah merupakan sifat atau kemampuan barang 32 dan jasa yang
mendukung elemen-elemen dan tujuan-tujuan dasar dari kehidupan manusia di muka
bumi ini.[4]
Islam telah memberikan petunjuk berupa arahan-arahan positif dalam
menkonsumsi makanan dalam kehidupan sehari-hari:
Pertama, seorang muslim harus
memperhatikan kehalalan makanan. Makanan
yang baik yang dibolehkan memakannya menurut ajaran Islam , yaitu sesuai dalam
AlQur’an dan Al- hadits.[5] Hal
ini dijelaskan oleh Rasulullah Saw dalam sebuah hadisnya,
عَنْ أَبِي عَبْدِ اللهِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُوْلُ : إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا
أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ
اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدْ اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ
وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ، كَالرَّاعِي يَرْعىَ حَوْلَ
الْحِمَى يُوْشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيْهِ، أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ
حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ أَلاَ وَإِنَّ فِي
الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا
فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ
[رواه البخاري ومسلم]
Artinya: “Dari
Abu Abdillah Nu’man bin Basyir radhiallahuanhu dia berkata: Saya mendengar
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya yang halal itu
jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya terdapat perkara-perkara
yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang banyak. Maka siapa
yang takut terhadap syubhat berarti dia telah menyelamatkan agama dan
kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka akan
terjerumus dalam perkara yang diharamkan. Sebagaimana penggembala yang
menggembalakan hewan gembalaannya disekitar (ladang) yang dilarang untuk
memasukinya, maka lambat laun dia akan memasukinya. Ketahuilah bahwa setiap
raja memiliki larangan dan larangan Allah adalah apa yang Dia haramkan.
Ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka
baiklah seluruh tubuh ini dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh;
ketahuilah bahwa dia adalah hati “.(Riwayat Bukhori dan Muslim)[6]
Hadits di atas menjelaskan bahwa yang haram itu telah jelas dan yang haram
juga telah jelas. Dalam konsumsi, seorang muslim harus memperhatikan kebaikan
(kehalalan) sesuatu yang akan di konsumsinya.
Para fuqaha' menjadikan memakan hal-hal yang baik ke dalam empat tingkatan. Pertama,
wajib, yaitu mengkonsumsi sesuatu yang dapat menghindarkan diri dari kebinasaan
dan tidak mengkonsusmsi kadar ini padahal mampu yang berdampak pada
dosa. Kedua, sunnah, yaitu mengkonsusmsi yang lebih dari kadar yang
menghindarkan diri dari kebinasaan dan menjadikan seoarang muslim mampu shalat
dengan berdiri dan mudah berpuasa. Ketiga, mubah, yaitu sesuatu yang
lebih dari yang sunnah sampai batas kenyang. Keempat, konsusmsi yang melebihi
batas kenyang, yang dalam hal ini terdapat dua pendapat, ada yang mengatakan
makruh yang satunya mengatakan haram.[7]
Dasar hukum Al- Qur’an tentang makanan halal diantaranya yaitu :
وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ
حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ
Artinya: ”dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah
telah rizkikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kammu beriman
kepadaNya”. QS. Al- Mai’dah 88)[8]
Juga dalam surat An- Nahl ayat 114
فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا
طَيِّبًا وَاشْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
Artinya : “Makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan
Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepadan-Nya
menyembah”. (QS. An-Nahl).[9]
Ayat-ayat diatas bukan saja
menyatakan bahwa mengkonsumsi yang halal hukumnya wajib karena merupakan
perintah agama, tetapi menunjukkan juga hal tersebut merupakan salah bentuk
perwujudan dari rasa syukur dan keimanan kepada Allah. Sebaliknya, mengkonsumsi
yang tidak halal dipandang sebagai mengikuti ajaran syaitan.
Dari beberapa ketentuan
di atas, terlihat bahwa Kepedulian Allah Swt sangat besar terhadap soal makanan
dan aktifitas makan untuk makhluknya. Hal ini tercermin dari firmannya dalam al
Qur’an mengenai kata tha’am yang berarti ”makanan” yang terulang sebanyak 48
kali dalam berbagai bentuknya. Ditambah pula dengan kata akala yang berarti
”makan”sebagai kata kerja yang tertulis sebanyak 109 kali dalam berbagai
derivasinya, termasuk perintah ”makanlah” sebanyak 27 kali. Sedangkan kegiatan
yang berhubungan dengan makan yaitu ”minum” yang dalam bahasa Al-Qur’an disebut
syariba terulang sebanyak 39 kali.[10]
Kedua, seorang muslim harus peka terhadap sesuatu yang dilarang oleh Islam. Islam
tidak hanya mengatur perkara halal saja, tetapi juga menyebutkan beberapa jenis
makanan yang diharamkan, seperti menghindari konsumsi minum khamr dan makan daging
babi. Sebagaimana firman Allah Swt dalam QS. Al-Maidah ayat 3,
حُرِّمَتْ
عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ
اللَّهِ بِهِ
Artinya:
"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai darah daging babi .... (Q.S.
al-Maidah/5: 3)
Sebenarnya Dalam Al Qur’an makanan yang di haramkan pada pokoknya hanya ada
empat yaitu dalam surat Al-Baqarah ayat 173.
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ
وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ ۖ فَمَنِ اضْطُرَّ
غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ
غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah,
daging babi, dan binatang yang ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah.
Akan tetapi, barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak
menginginkannya, tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Allah Maha
Pengampun, Maha Penyayang.” (QS.
Al-Baqoroh {2} : 173).[11]
Dalam ayat ini telah dijelaskan bahwa makanan yang diharamkan diantaranya :
1.
bangkai, yang termasuk kategori bangkai adalah hewan yang mati dengan tidak
disembelih ; termasuk didalamnya hewan yang mati tercekik, dipukul, jatuh,
ditanduk dan diterkam oleh hewan buas, kecuali yang sempat kita menyembelihnya,
hanya bangkai ikan dan belalang saja yang boleh kita makan.
2.
Darah, sering pula diistilahkan dengan darah yang mengalir, maksudnya
adalah darah yang keluar pada waktu penyembelihan (mengalir) sedangkan darah
yang tersisa setelah penyembelihan yang ada pada daging setelah dibersihkan
dibolehkan. Dua macam darah yang dibolehkan yaitu jantung dan limpa.
3.
Babi, apapun yang berasal dari babi hukumnya haram baik darahnya,
dagingnya, maupun tulangnya.
4.
Binatang yang ketika disembelih menyebut selain nama Allah
Perkara halal dan haram harus menjadi perhatian khusus bagi orang Islam
ketika menkonsumsi makanan, dan jangan sampai seorang muslim langsung makan
saja tanpa melihat kehalalan dari makan tersebut, penduduk Indonesia mesti bersukur
dengan adanya lembaga yang berhak mengeluarkan kehalalan sebuah produk makanan,
namun tidak tertutup kemungkinan masih banyak yang belum bisa mendapatkannya
karena produksi makanananya bukan terbuat dari yang halal.
Ketiga, pembatasan dalam hal kuantitas atau ukuran konsumsi. Makanan yang baik yaitu
segala makanan yang dapat membawa kesehatan bagi tubuh, dapat menimbulkan nafsu
makan dan tidak ada larangan dalam Al Qur’an maupun hadits.[12]
Berbagai macam penyakit yang diderita mayoritas manusia saat ini disebabkan
dengan ukuran pola konsumsi dan ukuran kualitas dari yang dimakan tersebut.
Dalam hal ini, Islam sangat melarang umatnya untuk berlaku kikir yakni terlalu
menahan-nahan harta, sehingga kualitas makanan yang dimakan sangat rendah, dan
di sisi lain, Allah juga melarang umatnya membelanjakan harta mereka secara
berlebih-lebihan di luar kewajaran.
Di dalam QS. Al- Furqan ayat 67 Allah mengatakan:
وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ
يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَٰلِكَ قَوَامًا
Artinya: “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak
berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah
antara yang demikian.[13]
Realita di lapangan pada saat sekarang ini, betapa banyak manusia yang
menahan-nahan hartanya karena takut habis padahal dia sangat membutuhkannya,
dan sebagian besar lainnya terlalu menghambur-hamburkan uangnya kepada sesuatu
yang tidak penting dan bahkan dia tidak membutuhkannya sama sekali.
Oleh sebab itu, Islam mengarahkan umatnya untuk memiliki perilaku konsumsi
yang baik, pertama, tidak berlebihan. Umat Islam harus bisa menahan hawa
nafsunya ketika menginginkan sesuatu yang belum dibutuhkannya. Di dalam QS
al-A’raf ayat 31 menjelaskan bahwa,
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا
تُسْرِفُوا
Artinya: “Makan
dan minumlah kalian, namun jangan berlebih-lebihan (boros) karena Allah tidak
mencintai orang-orang yang berlebih-lebihan”.[14]
Sebagai contoh, banyak orang yang makan di malam hari yang padahal
sebenarnya mereka tidak terlalu lapar kalau tidak makan, yang pada akhirnya
makanannya terbuang begitu saja, atau juga dalam waktu berbuka puasa, betapa
banyak makanan yang dihadangkan akan tetapi ketika waktu berbuka datang, banyak
makanan yang berlebih atau bahkan banyak yang sakit dalam kekenyangan.
Kedua, memilih makanan yang berkualitas. Memilih makanan yang berkualitas tentu
juga akan menentukan kesehatan seseorang, makanan yang penuh dengan gizi alami,
akan memberikan kontribusi dalam mengurangi proporsi kolesterol, seperti madu
dan susu, dan tentunya yang tidak membahayakan badan, seperti terlalu banyak
konsumsi gorengan, makanan yang berpengawet, dan berbagai jenis makanan lainnya
yang kurang berkualitas.
Penutup
Islam adalah sebagai agama
yang mengatur segala sendi kehidupan manusia secara sempurna, tidak luput juga
bagaimana etika seorang makhluk dalam menkomsumi sebuah makanan atau minuman. Islam
telah jauh-jauh hari mengingatkan dan memberikan solusi yang terbaik dalam hal
etika konsumsi, yang bisa menghindari atau mencegah penyakit yang akhir-akhir
ini memberikan ketakutan yang luar biasa.
Berbagai macam penyakit
seperti penyakit kanker, diabetes, kolestrol tinggi, asam urat, liver dan
penyakit lainnya, menurut ilmu kedokteran disebabkan karena pola konsumsi yang
tidak baik dan tidak teratur.
Islam telah menjelaskan
bahwa manusia harus memperhatikan kehalalan suatu produk yang mereka konsumsi
karena di situ ada kebaikan dan wujud rasa syukur kepada Tuhan sang pemilik
alam ini. Tidak hanya dari segi kehalalannnya, akan tetapi dari segi baik atau
tidaknya makanan tersebut juga sudah diingatkan dalam Islam. Islam juga telah
mengatur tata cara pola konsumsi yang baik dengan tidak berlebihan, tidak
mubazir dan memperhatikan kualitas dari makanan yang dimakan tersebut.
Pada akhirnya, ketika
memperhatikan etika konsumsi dalam Islam tersebut, akan terhindar dari berbagai
macam penyakit yang menggerogoti manusia pada saat ini, disamping merupakan
suatu ketaqwaan kepada Allah swt dengan memperhatikan halal atau haramnya suatu
makanan yang dikonsumsi tersebut.
Daftar Pustaka
Abdul Aziz. 2008. Ekonomi Islam Analisis
Mikro dan Makro. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Adiwarman A. Karim. 2014. Ekonomi Mikro Islam.
Jakarta:Rajawali Pers.
AlFitri, “Budaya
Konsumerisme Masyarakat Perkotaan” dalam Majalah Empirika, Vol. XI. No. 01, (
2007).
Kementerian Agama,
Al-Qur’an al-Karim dan Terjemahnya. Bandung: PT. Sygma Examedia Arkanleema,
2010.
Mustaq Ahmad. 2003. Etika Bisnis Dalam
Islam. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Muh. Said. 2008. Pengantar Ekonomi Islam Pekanbaru: Suska
Press.
Mawardi. 2007. Ekonomi Islam. Pekanbaru: Alaf Riau.
Mannan. 2005 yang ditulis
oleh Muhammad”Ekonomi Mikro Islam”
Suherman Rosyidi. 2000. Pengantar Teori Ekonomi
(Pendekatan Kepada Teori Ekonomi Mikro & Makro). Jakarta : PT Raja
Grafindo Perasada.
http://konsultanekonomi.blogspot.com/2012/05/etika-konsumsi-dalam-perspektif-syariah.html
[2] Yusuf Qardhawi. 2001.
Norma dan Etika Ekonomi Islam. Penterjemah: Zainal Arifin, Lc,dkk (Jakarta:
Gema Insani Press). hal. 50
[5] Bagian proyek sarana dan
prasarana produk halal direktorat Jenderal bimbingan masyarakat Islam dan
Penyelenggaraan Haji, Petunjuk teknis pedoman sistem produksi halal, Departemen
Agana RI, Jakarta, 2003. hlm. 3.
[7] Al-Haritsi, Jaribah bin Ahmad, Al-Fiqh AI-Iqtishadi
Li Amiril mukminin Umar Ibn Al-Khaththab, diterjemahkan oleh Asmuni Solihan
Zamakhsyari (Jakarta: Khalifa, 2006), 140
[10]
Tiench Tirta winata, Makanan Dalam Perspektif
Al Qur’an Dan Ilmu Gizi” Jakarta, Balai Penerbit FKUI, 2006, hlm.1
Website paling ternama dan paling terpercaya di Asia
BalasHapusSistem pelayanan 24 Jam Non-Stop bersama dengan CS Berpengalaman respon tercepat
Memiliki 8 Jenis game yang sangat digemari oleh seluruh peminat poker / domino
Link Alternatif : arena-domino.net
100% Memuaskan ^-^
KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS ALLHAMDULILLAH
BalasHapusDARI BERKAT BANTUAN BPK Dr. H. Ridwan Mansyur , S.H., M.H BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI.
Assalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A, dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp pribadi bpk Dr. H. Ridwan Mansyur ,S.H., M.H Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk Dr. H. Ridwan Mansyur, S.H., M.H beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk Dr. H. Ridwan Mansyur , S.H.,M.H 0823-5240-6469 Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk Dr. H. Ridwan semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....